- Dinasti politik keluarga Gubernur banten,
Ratu Atut Chosiyah, dinilai tidak berkualitas dan merusak tatanan
demokrasi. Hal itu diperparah dengan cara-cara kotor dan korupsi untuk
meraih jabatan.
“Dinasti politik Ratu Atut sangat jelek dan
merusak demokrasi. Sebenarnya tidak ada larangan bagi setiap warga
negara untuk berpolitik, namun ketika mereka dipaksakan menjadi pejabat
publik tanpa melalui tahapan dan seleksi, maka hasilnya ya seperti itu,”
kata pengamat politik, AS Hikam, kepada Okezone, Selasa (15/10/2013).
Menurutnya,
dinasti politik terjadi tidak hanya karena pejabat dan kroni-kroninya
melainkan juga ditentukan oleh partispasi rakyat. Sebagai pemilih,
rakyat tidak memperhatikan latar belakang orang yang dipilihnya namun
lebih pada money politik yang bakal diterimanya.
“Memang tidak
bisa disalahkan itu terjadi karena Atut beserta keluarganya, tapi rakyat
sebagai pemilih sering terbuai dengan berapa uang yang diterima untuk
memilih calon tersebut,” ujarnya.
Dia menambahkan, aturan
pembatasan dinasti politik tidak bisa dilakukan karena melanggar hak
asasi manusia. Pasalnya, setiap warga negara mempunyai berpolitik untuk
memilih dan dipilih.
“Yang perlu diatur itu proses kompetisinya.
Semuanya harus melewati tahapan dan fase yang sama tidak ada pembedaan.
Jangan karena anak atau adik gubernur lalu dapat dengan mudah mendapat
jabatan,” urainya.
Dinasti politik untukmelanggengkan kekuasaan
tidak hanya di Banten, melainkan juga terjadi di sejumlah partai
politik. “Anaknya baru lulus S1 langusng dijadikan sekjen, jadi ketua.
Ini tidak sehat dan merusak demokrasi,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar