Senin, 18 November 2013

Dasar Hukum Kartu Kredit







  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
  3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008.12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.

PERBEDAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN LEMBAGA PERBANKAN

PERBEDAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN LEMBAGA PERBANKAN



Di atas telah diuraikan bahwa lembaga keuangan di indonesia merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem dari lembaga keuangan, sudah barang tentu ada katan antar sub sistem yang satu dengan subsistem lainnya. Lembaga pembiayaan sebagai subsistem dari lembaga keuangan bersama-sama dengan lembaga perbankan mempunyai kaitan satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh kedua lembaga tersebut sama-sama bergerak di bidang keuangan yang berada di bawah satu system lembaga keuangan.
     Meskipun antara lembaga pembiayaan dan lembaga perbankan sama-sama sebagai lembaga keuangan ada kaitan satu sama lainnya, namun ada beberapa hal yang membedakan antar keduanya, antara lain sebagai berikut :
a.       Dilihat dari kegiatannya, lembaga pembiayaan difokuskan pada salah satu kegiatan keuangan saja . misalnya perusahaan modal ventura menyalurkan dana dalam bentuk modal penyertaan pada perusahaan pasangan usaha, perusahaan sewa guna usaha,menyalurkan dana dalam bentuk barang modal kepada perusahaan oenyewa, pegadaian menyalurkan dananya dalam bentuk pinjaman jangka pendek dengan jaminan benda begerak. Adapun lembaga perbankan meruakan lembaga keuangan yang paling lengkapkegiatannya, yaitu, menghinpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman, serta melaksanakan kegiatan di bidang jasa keuangan lainnya.
b.      Dilihat dari cara menghimpun dana, lembaga pembiayaan tidak dapat secara langsung menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro,tabungan , deosito berjangka. Adapun lembaga perbankan dapat secara langsung menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk giro,tabungan, dan deposito berjangka.
c.       Dilihat dari aspek jaminan lembaga pembiayaan dalam melakukan pembiayaan tidak menekankan aspek jaminan(non collateral basis) karena unit yang dibiayai merupakan objek pembiayaan.adapun lembaga perbankan dalam pemberian kredit lebih beriorentasi kepada jaminan (collateral basis)
d.      Dilihat dari kemampuan menciptakan uang giral, lembaga keuangan tidak menciptakan uang giral. Adapun lembaga perbankan , yaitu Bank umum dapat menciptakan uang giral yang dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Dari simpanan masyarakat berupa giro, di samping dapat diperlukan sebagai alat pembayaran dalam suatu transaksi dengan menggunakan cek atau bilyet giro, bagi Bank umum giro dapat juga dapat juga digunakan untuk menciptakan uang giral.
e.       Dilihat dari pengaturan, perizinan, pembinaan, dan pengawasannya, dalam lembaga pembiayaan dilakukan oleh Departemen Keuangan. Adapun untik lembaga perbankan diundangkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, maka wewenag dalam hal pengaturan dan perizinan sepenuhnyaberada pada bank Indonesia. Selanjutnya dengan diundangkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, maka fungsi pengawasan perbankan yang sebelumnya berada dalam kewenangan bank Indonesia akan dialihkan kepada suatu lembaga khusus untuk itu, lembaga pengawas jasa keuangan.